PerDir BPJS 211/2014: Pengecualian tentang Efektif Berlakunya Kartu 7 hari setelah pembayaran
Sekira 2 pekan lalu, tanggal 12 November 2014, tepat di Hari Kesehatan Nasional, saya menuliskan catatan tentang Peraturan BPJS no 4/2014. Ada beberapa permasalahan yang dibahas pada catatan tersebut.
Pada tangga 18/11/2014, terbit Peraturan Direktur BPJS no 211/2014. Sebenarnya masih menunggu bila ada perkembangan baru mengingat masih ada beberapa catatan terhadap PerDir tersbut. Tetapi nampaknya belum ada perkembangan signifikan dalam beberapa hari kemarin. Berikut beberapa poin dalam PerDir tersebut menjawab permasalah pada Peraturan BPJS no 4/2014.
1. Bayi baru lahir, tidak wajib memiliki NIK. Proses pendaftarannya menggunakan Nomor Kartu Keluarga orang tuanya (pasal 2)
2. Kewajiban memiliki nomor rekening, tidak berlaku bagi peserta perorangan (mandiri) yang mendaftar dengan hak manfaat kelas III (pasal 3).
3. Kewajiban mendaftarkan alamat email hanya berlaku bila calon peserta melakukan pendaftaran secara online (pasal 4).
4. Peserta perorangan wajib mendaftarkan diri dan keluarganya pada hak manfaat di kelas yang sama (pasal 5).
5. Kartu efektif berlaku setelah 7 hari sejak pembayaran pertama. Kartu tidak berlaku bila pendaftaran dilakukan sudah dalam keadaan rawat inap, walaupun masa perawatan melebihi 7 hari (pasal 6).
6. Pengecualian dari pasal 6, berlaku untuk (pasal 7):
a. Bayi baru lahir dari anak peserta BPJS kelompok PBI Nasional (yang ditanggung oleh pemerintah pusat) atau yang dijamin oleh Pemda (saya sebut agar mudah sebagai PBI Daerah). Kepadanya didaftarkan sebagai Peserta Perorangan
b. Peserta dan bayi baru lahir dari peserta yang ditetapkan Kemsos sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), mendapatkan hak manfaat kelas III
c. Peserta dan bayi baru lahir dari peserta perorangan yang tidak mampu dan mendapatkan rekomendasi dari Dinas Sosial, serta mendaftar untuk manfaat kelas III.
7. Untuk peserta yang dikecualikan tersebut, Kartu dapat langsung berlaku walaupun baru didaftarkan saat menjalani rawat inap (pasal 8). Namun proses aktifnya untuk kategori Peserta Perorangan tetap mengacu pada klausul harus sudah melakukan pembayaran pertama.
Beberapa catatan:
1. Respon dengan terbitnya PerDir ini perlu diapresiasi. Sebenarnya lebih tepat bila pemerintah yang mengatur hal-hal spt ini agar tidak menjadikan suasana bahwa BPJS “mengatur” pihak-pihak lain. Selengkapnya sudah dibahas pada catatan terdahulu.
2. Masih ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian:
a. Pasal 5, sebagaimana pada catatan sebelumnya, makna “wajib” menjadi peserta JKN (pasal 4 UU SJSN 40/2004), menurut saya, merujuk pada “kewajiban pemerintah” agar seluruh rakyat masuk dalam jaminan. Dalam penjelasannya, pasal 4 itu menyebutkan bahwa “… tetap menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah” sehingga diterjemahkan dalam bentuk pentahapan sedemikian agar pada 1 Januari 2019, semua sudah masuk dalam pertanggungan (Perlindungan Semesta atau Universal Coverage). Dengan demikian, pemerintah yang lebih berperan untuk mencapai target sesuai peta jalan tersebut. Bukan justru dibebankan secara langsung ke masing-masing individu secara merata. Tentu ada memang kelompok yang benar-benar mandiri, tetapi lebih banyak yang sebenarnya belum mandiri.
b. Pada pasal 7 huruf (a), berarti bayi baru lahir dari peserta PBI Nasional dan PBI Daerah, dikategorikan sebagai “Peserta Perorangan” yang berarti harus membayar sendiri preminya. Menjadi pertanyaan karena ini anak dari peserta PBI. Apakah berarti bayi tersebut harus menunggu proses evaluasi data setiap 6 bulan untuk bisa juga dimasukkan ke dalam kelompok PBI (sehingga preminya dibayar oleh pemerintah)? Mungkinkah dana kontingensi Dinas Sosial setempat membayarkan lebih dulu premi bulanan sebelum nantinya masuk dalam daftar PBI?
c. Pasal 7 huruf (c), menjadi pertanyaan juga, bila dinyatakan sebagai “tidak mampu”, mengapa tidak dimasukkan juga dalam daftar PBI? Dugaan kuat, kelompok yang dimaksud ini adalah kelompok sadikin (sakit jadi miskin atau sedikit di atas miskin). Kepada kelompok ini, berarti harus menunggu proses evaluasi 6 bulanan. Sementara menunggu evaluasi bulanan itu mereka harus membayar rutin preminya. Apakah tidak mungkin Dana Kontingensi Pemda menanggung sementara premi bulanannya sampai nanti bisa masuk dalam PBI?
Poin pentingnya, sudah saatnya kita berharap, pemerintah yang menegakkan posisi dan fungsinya sebagai regulator agar terjadi hubungan saling seimbang antar para pihak. Juga untuk menegakkan kewajibannya melindungi bagi seluruh rakyat, termasuk salah satunya membantu bagi kelompok tidak mampu.
Salam Indonesia Sehat!