Dilaporkan bahwa salah satu perbedaan KIS dengan BPJS adalaj perluasan cakupan ke usaha promotif dan preventif. Sebenarnya dalam klausul JKN-BPJS, ini juga sudah diatur. Usaha kesehatan mengenal Usaha Kesehatan Perorangan (UKP) dan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM). Upaya preventif dan promotif lebih besar ke area UKM misalnya melalui upaya imunisasi, pelayanan KB, maupun deteksi dini.

Permenkes 71/2013 juga sudah mengatur upaya promotif preventif ini. Kemudian dirinci lebih jelas dalam Permenkes 28/2014. Cakupannya meliputi: Penyuluhan, Imunisasi Dasar, Pelayanan KB, Pemeriksaan dini penyakit tertentu (DM, hipertensi, kanker cerviks,kanker payudara).

Catatannya: (1) Untuk imunisasi, bahan dan obatnya tetap dari pemerintah, BPJS hanya membayar jasa pelayanannya saja. (2) Untuk KB, alat dan bahan tetap dari Lembaga yang membidangi KB, BPJS hanya menangung jasa pelayanannya saja. (3). Untuk skrining dini dilakukan berdasarkan pemeriksaan dan indikasi, bukan atas dasar permntaan pasien sendiri.

Mengapa ada catatan? Karena sebenarnya program penyuluhan, KB, imunisasi dan skrining secara kolektif itu lebih ke porsi UKM. Pemerintah yang bertanggung jawab dan ada anggarannya sendiri. Kalau kemudian diserahkan tanggung jawabnya ke BPJS, maka berarti harus ada pengalihan anggaran tersebut ke BPJS. Ini yang harus dilakukan dengan hati-hati justru agar tidak timbul klausul double-funding atau pengalihan anggaran tanpa dasar.

Sebaliknya ada juga ungkapan: mengapa BPJS tidak menanggung semua penyakit atau layanan kesehatan? Ada beberapa yang tidak masuk jaminan BPJS. Contoh yang mudah adalah pelayanan yang bersifat kosmetik dan pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur pelayanan (standar prosedur operasional pelayanan kesehatan termasuk misalnya ketentuan rujukan berjenjang atau penggunaan modalitas terapi yang belum diakui). Atau klausul lain lagi: Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.

Kita harus sadari bahwa dana yang dikelola BPJS itu berasal dari premi masyarakat. Menjadi tidak adil bagi yang lain kalau lantas semua layanan ditanggung padahal preminya minimal. Bagaimana kita bisa merasa tidak masalah bila premi kita dipakai orang lain untuk tujuan kosmetik misalnya? Lebih dari itu, kita memang lebih berharap pada pendidikan kesehatan juga, bukan sekedar perawatan kesehatan.

Apakah memang tidak mungkin semua ditanggung? Kalau harapan terbaiknya tentu: semua penduduk ditanggung, semua layanan dicakup dan tidak ada sama sekali biaya yang harus dibayar. Tetapi untuk menuju ke sana, tentu harus diperhatikan besaran “kubus dananya“.

Semoga menjadi lebih jelas duduk masalahnya.

Nuwun.

Dibaca sebanyak: 211 kali

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Butuh Bantuan? Chat Aja!