Workshop Penghitungan Unit Cost (UC) Rumah Sakit dengan Methode Clinical Cost Modeling (CCM) Casemix INA-CBGs

Memuat Events

« Semua Event

  • Event ini telah berlalu.

Workshop Penghitungan Unit Cost (UC) Rumah Sakit dengan Methode Clinical Cost Modeling (CCM) Casemix INA-CBGs

1 Februari 2018 @ 2:00 am - 3 Februari 2018 @ 12:00 am

Salah satu persoalan yang paling sering dikeluhkan oleh manajemen Rumah Sakit yang menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah besarnya deviasi atau perbedaan tarif paket INA-CBGs dengan total Tagihan (Billing) RS berdasarkan tarif rumah sakit. Disparitas tarif dalam konteks “defisit” ini selalu menimbulkan pertanyaan, apakah tarif INA-CBGs yang terlalu kecil atau tarif rumah sakit yang terlalu besar. Tidak jarang “tuduhan” tarif INA-CBGs yang terlalu kecil ini menjadi salah satu penyebab komplain dari jajaran manajemen Rumah Sakit dan timbulnya resistensi khususnya di kalangan dokter di Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien peserta program JKN (BPJS Kesehatan).

Dalam teori ekonomi layanan kesehatan, secara garis besar terdapat 3 metode dalam melakukan analisis biaya dan perhitungan Unit Cost, yaitu :

  1. Metode Top Down : Simple Distribution, Step-Down, Double Distribution (DD) dan Multiple Distribution.
  2. Metode Bottom Up : Activity Based Costing (ABC)
  3. Metode Hybrid : Campuran antara metode ABC dan metode Double Distribution.

Pada era sebelum Prospective Payment System (PPS) atau kita kenal dengan tarif Paket dikenal secara luas seperti sekarang, para ahli ekonomi layanan kesehatan meyakini bahwa metode penghitungan Unit Cost (UC) secara Bottom Up yaitu dengan metode Activity Based Costing (ABC) merupakan metode terbaik dan lebih modern. Metode ABC hadir dengan beberapa keunggulan dibanding dengan metode Top Down yang dianggap metode Tradisional dengan salah satu metode yang paling populer dipergunakan yaitu Double Distribution.

Diantara keunggulan-keunggulan metode Activity Based Costing (ABC) adalah :

  1. Lebih AKURAT sehingga mampu menjawab tantangan persaingan yang tinggi.
  2. Cocok untuk Produk yang sangat HETEROGEN (Variasi atau Diversitas Produk Tinggi).
  3. Memberi informasi yang DETAIL untuk pengambilan keputusan oleh manajemen.
  4. Menggunakan ASUMSI yang LEBIH SEDIKIT.

Dengan berbagai keunggulan diatas, memang layak jika dianggap metode ABC adalah yang terbaik dalam melakukan analisis dan perhitungan biaya satuan atau Unit Cost.

Permasalahannya adalah, metode ABC memerlukan data AKUNTANSI BIAYA di Rumah Sakit yang lengkap yang menggambarkan hubungan atau relasi antar aktivitas secara jelas dalam Akuntansi Biaya Rumah Sakit. Sayangnya data akuntansi biaya di sebagian besar rumah sakit (terutama di Indonesia) belum selengkap gambaran akuntansi biaya secara teoritis. Banyak data-data yang diperlukan dalam melakukan analisis biaya metode ABC yang tidak mampu disediakan oleh sistem akuntansi rumah sakit.

Kelemahan lain metode ABC adalah memerlukan peran Teknologi Informasi (IT) dan sistem komputerisasi yang kuat. Inipun masih menjadi kendala bagi sebagian besar rumah sakit terutama yang belum memiliki Sistem Informasi Rumah Sakit atau SIMRS yang standar. Selain itu, metode ABC memang lebih rumit karena sulitnya mencari hubungan (relasi) keterkaitan antar aktivitas.

Pada akhirnya, beberapa rumah sakit menggunakan metode campuran atau HYBRID. Metode Hybrid adalah metode campuran antara metode ABC dengan metode Double Distribution. Metode ini sebetulnya ditemukan belakangan karena kebuntuan melaksanakan metode ABC di rumah sakit disebabkan lemahnya sistam akuntansi biaya. Metode Hybrid hadir untuk memberi solusi atas permasalah kelemahan data akuntansi biaya di rumah sakit, sementara di sisi lain diyakini bahwa metode ABC merupakan metode terbaik dan paling modern saat ini.

Teknis implementasi metode Hybrid ini adalah : Penghitungan Direct Cost pada Unit Produksi menggunakan metode Activity Based Costing (ABC), namun saat menghitung alokasi Indirect Cost dari Unit Penunjang ke Unit Produksi menggunakan metode Double Distribution (DD). Untuk kondisi saat ini mungkin metode Hybrid lah yang menjadi solusi sambil secara perlahan memperbaiki sistem akuntansi biaya Rumah Sakit.

Nah, bagaimana dengan era Prospective Payment System (PPS) ? Secara perlahan konsep perhitungan biaya satuan (Unit Cost) mulai bergeser ke sistem paket pelayanan yang terdiri dari satu atau beberapa jenis layanan. Jika Unit Cost bertujuan menghitung biaya per jenis layanan atau tindakan, maka tarif paket bertujuan menghitung paket pelayanan Rawat Inap (RITL) berdasarkan kelompok diagnosa (Penyakit Dalam, Anak, Bedah, Obgyn dan sebagainya) serta paket pelayanan Rawat Jalan (RJTL) berdasarkan poliklinik (Poliklinik Penyakit Dalam, Anak, Bedah, Obgyn dan sebagainya). Sehingga konsepnya adalah bukan biaya per unit (Unit Cost) tapi menjadi biaya paket yang dikenal dengan Clinical Cost.

Literatur-literatur internasional menyebutkan bahwa proses analisis biaya dan penghitungan Clinical Cost menggunakan metode Step-Down Cost Acounting atau SDCA. Metode ini sesungguhnya merupakan salah satu metode penghitungan Unit Cost kelompok Top Down selain metode Simple Distribution, Multi Distribution dan yang paling populer adalah metode Double Distribution (DD).

Penghitungan Clinical Cost dikembangkan oleh United Nations University-International Institute of Global Health (UNU-IIGH) dan University Kebangsaan of Malaysia (UKM) dibawah pimpinan Prof. Syed Mohamed Al-Junid, MD., MSc., PhD, DSLHTM, FAMM dengan menggunakan sebuah tool yang disebut Clinical Cost Modeling (CCM). Metode inipun diadopsi oleh Indonesia ketika pertama kali menggunakan software UNU Grouper dari UNU-IIGH sehingga saat ini salah satu langkah penghitungan tarif paket CBGs di Indonesia atau INA-CBGs adalah melakukan proses penghitungan Clinical Cost dengan tool Clinical Cost Modeling (CCM).

Prinsip dasar penghitungan Clinical Cost adalah menghitungan biaya yang terdapat pada Unit Penunjang Umum (Overhead) dan Unit Penunjang Medik (Intermediate) dan membebankan seluruh biaya tersebut ke Unit Pelayanan Medik (Final). Metode pembebanan biaya (alokasi) biaya menggunakan metode Step-Down Cost Acounting (SDCA) dua tahap.

Pembebanan tahap pertama (alokasi pertama) dengan melakukan pembebanan biaya dari Unit Penunjang Umum (Overhead) ke Unit Penunjang Medik (Intermediate) dan Unit Pelayanan Medik (Final) sehingga biaya pada Unit Penunjang Umum (Overhead) menjadi NOL dan semua telah berpindah ke Unit Penunjang Medik (Intermdiate) dan Unit Pelayanan Medik (Final).

Pembenanan tahap kedua (alokasi kedua) adalah melakukan pembebanan biaya dari Unit Penunjang Medik (Intermediate) ke Unit Pelayanan Medik (Final) sehingga seluruh biaya yang berada pada Unit Penunjang Medik (Intermediate) menjadi NOL dan berpindah semua ke Unit Pelayanan Medik (Final).

Biaya yang berada pada Unit Pelayanan Medik (Final) ini kemudian dibagi dengan jumlah UTILISASI dan menghasilkan biaya satuan yang disebut dengan Clinical Cost (CC). Utilisasi Rawat Inap ditetapkan adalah Jumlah Hari Rawat, sedangkan utilisasi Rawat Jalan adalan Jumlah Kunjungan. Sehingga Clinical Cost akan dibedakan menjadi Clinical Cost Rawat Inap (RITL) dan Clinical Cost Rawat Jalan (RJTL).  Jika CC pada Rawat Inap adalah biaya Per Pasien Per Hari Rawatan, maka CC pada Rawat Jalan adalah Per Kunjungan.

Berdasarkan pada kenyataan diatas, maka dicoba mengembangkan metode penghitungan Unit Cost dengan memanfaatkan prinsip penghitungan Clinical Cost pada tool Clinical Cost Modeling (CCM). Metode yang dikembangkan dari hasil modifikasi CCM ini disebut dengan metode Clinical Cost Modified Indonesia atau CCMI. Pengembangan dan modifikasi ini dicoba pertama kali dengan menggunakan simulai tabel excel dan ketika sudah siap lalu dikembangkan menjadi sebuah aplikasi atau software berbasis Visual Basic Net (VB. Net) 2010 dan menggunakan database Microsoft Acces 2010.

Keuntungan menghitung Unit Cost dengan metode Clinical Cost Modified Indonesia (CCMI) ini adalah :

  1. Pembagian Pusat Biaya (Cost Centre), Dasar Alokasi dan Metode Alokasi yang menggunakan Step-Down Cost Acounting (SDCA) yang SAMA dengan yang digunakan oleh NCC Kemenkes dalam menghitung tarif INA CBGs.
  2. Menjadi solusi atas kelemahan data akuntansi biaya rumah sakit yang akan menggunakan metode ABC sehingga bisa menggantikan metode Hybrid yang selama ini dipergunakan. Metode SDC juga diakui lebih sederhana dibandingkan metode Double Distribution.
  3. Dapat melakukan perhitungan Unit Cost setiap tahun dengan menggunakan prinsip serta alur yang sama dengan sebuah aplikasi (tool) sehingga menghemat biaya perhitungan Unit Cost atau mendatangkan konsultan rumah sakit.

4. Memungkinkan RUMAH SAKIT MENGHITUNG TARIF CBGs SENDIRI   dengan menghitung Clinical Cost dan memanfaatkan data CODING sehingga bisa menghitung tarif CBGs sendiri.

Download Undangan dan TOR Unit Cost ProQua 2018

Pelatihan Manajemen Filing Rekam Medis Berbasis Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1.1

Kolom bertanda * wajib diisi.

Detil

Mulai:
1 Februari 2018 @ 2:00 am
End:
3 Februari 2018 @ 12:00 am

Penyelenggara

ProQua Consulting
Telepon:
081329599189
Email
Situs Web:
proquaconsulting.com

Venue

Hotel Grand Mercure Yogyakarta
Jl. Laksda Adisucipto No.80 Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
+ Google Map
Telepon:
0274 - 924000
Butuh Bantuan? Chat Aja!