Rumah sakit merupakan institusi yang bergerak dibidang jasa pelayanan kesehatan yang mempunyai standar kesehatan yang wajib dilakukan semua staf yang bekerja di rumah sakit. Kendali mutu dan kendali biaya menjadi dua sisi yang harus diperhatikan oleh semua staf terutama staf manajemen.
Pasien BPJS kesehatan merupakan kunjungan pasien terbesar di rumah sakit pemerintah maupun swasta. Pasien BPJS Kesehatan/BPJSK belum tentu menjadi revenue centre karena bila tidak dikelola terutama dengan kaidah koding, maka akan berdampak merugikan bagi rumah sakit karena menjadi mempunyai nilai klaim yang rendah dari seharusnya dibayar atau bahkan menjadi klaim yang tidak terbayar/bed debt yang berdampak pada rumah sakit secara menyeluruh.
Staf klinis yang terdiri dari tenaga medis, keperawatan, farmasi, nutrisionis, keterapian fisik dan keteknisian medis adalah sumber daya manusia rumah sakit yang jumlahnya cukup besar dan merupakan ujung tombak pelayanan rumah sakit karena berhubungan langsung dengan pasien dalam memberikan pelayanan dalam memberikan asuhan medis, asuhan keperawatan, asuhan farmasi, asuhan nutrisi dan asuhan lainnya. Oleh karenanya sangat dibutuhkan komitmen dari unsur staf klinis ini dalam menjamin dan menjaga mutu pelayanan rumah sakit, begitu pula dalam menerapkan efisiensi.
Masalahnya memang tidak mudah untuk mendapat komitmen karyawan pada organisasi secara optimal, antara lain disebabkan kendala dan setting yang keliru dalam hal sistem pembagian jasa / insentif kepada karyawan ( bagian dari sistem remunerasi rumah sakit). Maka sistim remunerasi merupakan salah satu unsur yang cukup penting untuk diketahui oleh para manajer rumah sakit karena menyangkut biaya kehidupan dan penghidupan seluruh karyawan. Oleh karena itu perlu pemahaman bagaimana sistem remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan melalui beberapa pendekatan yang lebih flexibel dan win and win.
Sejak dimulainya Jaminan Kesehatan Nasional sejak 1 Januari 2014, berbagai masalah dan hambatan di hadapi oleh rumah sakit, baik dari aspek regulasi, pelaksanaan JKN, peran Komite Medis maupun pola remunerasi dokter dalam melaksanakan tugas profesinya. Pelaksanaan JKN dengan pola bayar Prospective Payment sesuai tariff INA-CBG kurang difahami para manajemen rumah sakit, terlebih-lebih para staf medis. Para dokter yang terbiasa dengan pola Fee for Service khawatir akan terjadi penurunan penghasilannya. Sedangkan staf klinis selain dokter juga sudah mulai mempertanyakan bagaimana bentuk remunerasi untuk mereka. Disisi lain manajemen rumah sakit selain khawatir akan terjadinya penurunan mutu pelayanan juga dihantui ketakutan akan defisitnya cash flow rumah sakit dengan sistim pembayaran yang baru ini, apabila harus membayar jasa staf klinis dengan cara lama (fee for service). Memang sistim pembayaran yang dilakukan dalam JKN ini (prospective payment) tidak bisa tidak harus diikuti dengan sistim pembayaran jasa dengan sistim total remunerasi kepada seluruh karyawan.
Juga dengan kelompok staf lain apakah masih berhitung jumlah tindakan seperti jumlah pasang infus, pasang oksigen, lepas kateter, jumlah resep, jumlah tindakan pemeriksaan penunjang lain dan lainnya dimana rumah sakit semakin bertambah jumlah pasiennya. Apabila dibiarkan berlanjut staf klinis berhitung semua tindakannya maka dipastikan mutu pelayanan akan berkurang karena waktu akan habis berhitung jasa pelayanan.
Dalam rangka membantu manajemen rumah sakit memahami dan mampu menyusun sistem remunerasi inilah , maka perlu dilakukan program evaluasi jabatan dan sistim remunerasi karyawan. Lebih spesifik kepada staf klinis karena berdasarkan pengamatan selama ini kelompok ini yang selama ini sudah mendapat jasa pelayanan dengan sistim insentif berdasar kinerja
Download Undangan dan TOR Workshop Remunerasi Kinerja Okt 2024