- PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit pada era transformasi kesehatan ini harus dapat menjamin tercapainya keselamatan pasien, karena tanpa keselamatan pasien tidak dapat dikatakan pelayanan tersebut bermutu. Keselamatan pasien baru dapat dijamin atau diyakini tercapai apabila rumah sakit merubah paradigma pelayanan lama yang hanya berorientasi pada penyakit dengan paradigma pelayanan baru yaitu pelayanan berfokus pasien (Patient Centered Care).
Konsep Patient Centered Care (PCC) dilansir pertama kali oleh Harvey Picker pada tahun 1988 melalui Picker Institute di Ingris. Konsep ini mulai dikenal luas sejak tahun 2000 setelah IOM mensistimatiskan konsep PCC serta menyebarluaskan ke seluruh dunia. Untuk tercapainya pelayanan berfokus pasien, asuhan yang diberikan kepada pasien haruslah Asuhan Pasien Terintegrasi, dimana semua profesional pemberi asuhan berkolaborasi dalam menjalankan asuhan.
Rumah sakit menetapkan staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan asuhan pasien, bekerja sama dalam menganalisis dan mengintegrasikan asesmen pasien. Manfaat dari implementasi Asuhan Pasien Terintegrasi akan menjadi optimal apabila staf yang bertanggung jawab atas pasien bekerja sama menganalisis temuan pada asesmen masing-masing profesi pemberi asuhan dan mengkoordinasikan informasi dalam suatu gambaran komprehensif dari kondisi pasien.
Integrasi dari asesmen dan rencana asuhan pasien ini akan memfasilitasi koordinasi pemberian pelayanan dengan secondary gain berupa kendali biaya. Sesuai dengan konsep dasar Clinical Pathway adalah melakukan kendali mutu dan kendali biaya dalam proses pelayanan terintegrasi. Maka diharapkan rumah sakit dapat melakukan efisiensi dari setiap pelayanannya, serta terhindar dari defisit biaya pada era JKN sekarang.
Agar asuhan teritegrasi dapat terlaksana secara efektif dan efisien maka perlu kontrol yang intens dalam pengelolaan asuhan pasien. Hal ini akan terlaksana apabila dapat dilakukan pencatatan Clinical Pathway secara real time dari hari ke hari proses asuhan pasien dengan menggunakan pencatatan rekam medik elektronik dan pencatatan clinical pathway secara elektronik pula. Diperlukan suatu kompetensi khusus yang disebut dengan kompetensi digital health bagi semua profesional pemberi asuhan pasien.
Proses pembuatan rencana pelayanan di Clinical Pathway juga harus mempertimbangkan aspek klaim JKN yaitu aspek administrasi, medis dan koding serta menyertakan perhatian khusus yang menjadi dasar acuan BPJS Kesehatan membayar penuh klaim yang diajukan rumah sakit sehingga optimalisasi klaim dalam bentuk klaim sesuai dengan kaidah klaim dan mengurangi potensi pending, dispute atau bahkan tidak terbayar.
Pelaksanaan Asuhan Pasien Terintegrasi
Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan PCC dalam APT yaitu :
- Martabat dan Respek kepada pasien,
- Berbagi informasi dengan pasien,
- Partisipasi pasien dalam pelayanan,
- Kolaborasi / kerjasama antar pemberi asuhan
Kolaborasi intra dan inter profesi
Kolaborasi baru bisa terjadi dengan efektif apabila semua profesional memiliki kompetensi interprofesional kolaboratif. Ada delapan elemen yang perlu dikuasai oleh para profesional dalam rangka mewujudkan interprofesional kolaborasi yaitu :
“Tanggung jawab, Akuntabel, Koordinasi, Komunikasi, Kerjasama, Asertif, Otonomi, Percaya & Respek”
Peran DPJP dalam mengimplementasikan APT.
Asuhan Pasien adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien oleh praktisi para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang multi profesi yaitu: Dokter, Perawat, Nutrisionis/Dietisien (Ahli Gizi), Fisioterapis, Radiografer, Analis Laboratorium, Apoteker/Petugas Farmasi, Pekerja Sosial, dsb.
Proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan semua PPA tersebut diatas, sehingga pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien menjadi tujuan agar menghasilkan proses asuhan yang efisien, penggunaan yang lebih efektif sumber daya manusia dan sumber daya lain, dengan kemungkinan hasil asuhan pasien yang lebih baik, dimana Dokter (DPJP) bertindak sebagai Team Leader.
Dalam semua fase pelayanan, ada staf yang kompeten sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pelayanan pasien, dan staf Medis yang kompeten yang disebut Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), yang bertanggung jawab menyiapkan dokumentasi rencana pelayanan pasien. Rencana asuhan untuk tiap pasien direview dan di verifikasi oleh DPJP dengan mencatat kemajuannya.
DPJP melaksanakan asuhan medis dan mengintegrasikan asuhan pasien selama seluruh waktu rawat inap, dalam rangka meningkatkan kontinuitas pelayanan, berkolaborasi dengan para PPA terkait asuhan masing-masing, serta menjamin kualitas pelayanan dan hasil yang diharapkan.
Peran Case manajer dalam mengelola APT.
Manajer Pelayanan Pasien (case manager) adalah profesional dalam RS yang bekerja secara kolaboratif dengan PPA, memberi dukungan, memastikan bahwa pasien dirawat serta diberi pelayanan yang kompresensif dalam pemberian asuhan yang tepat, dalam perencanaan asuhan yang efektif dan menerima pengobatan yang ditentukan, serta monitoring evaluasi pelayanan dan perencanaan yang dibutuhkan selama maupun sesudah perawatan RS.
Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal di rumah sakit, staf yang bertanggung jawab secara umum terhadap koordinasi dan kesinambungan pelayanan pasien atau pada fase pelayanan tertentu teridentifikasi dengan jelas. Staf yang dimaksud adalah Manajer Pelayanan Pasien (case manager) yang dapat seorang dokter atau tenaga keperawatan yang kompeten.
Clinical Pathway sebagai acuan dan monitoring Asuhan Pasien Terintegrasi.
Rencana pelayanan (khususnya asuhan pasien) harus dibuat secara terintegrasi dan kolaboratif oleh semua Profesional Pemberi Asuhan (PPA), terdokumentasi dan diverifikasi oleh DPJP sebagai Team leader asuhan pasien. Dokumentasi rencana asuhan ini lah yang dikenal sebagai Clinical Pathway yang berfungsi ganda yaitu sebagai acuan semua PPA dalam memberikan asuhan dan juga sebagai alat monitoring pelaksanaan rencana asuhan. Alat ini akan sangat berguna dalam melaksanakan program audit klinis, sehingga clinical pathway dikenal sebagai alat kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Secara tersirat kewajiban menggunakan Clinical pathway dalam pelayanan di rumah sakit terkait dengan evaluasi mutu didapatkan dalam standar akreditasi rumah sakit (STARKES) yang ditetapkan dalam KMK no 1128 tahun 2022. Dan dalam KepDirjen Yankes no HK 02.02/D/9737/2023 meskipun ditujukan khusus pada pelayanan pasien Stunting di rumah sakit, namun format Clinical Pathway yang di sampaikan dalam lampiran KepDirjen tersebut dapat juga digunakan pada pelayanan kasus lain di rumah sakit.
Pentingnya menguasai Kompetensi Digital Health.
Clinical pathway sebagai dokumen perencanaan asuhan baru akan dapat berfungsi menjadi alat monitoring proses asuhan pasien yang akan berdampak pada kendali biaya, apabila dokumen dibuat dalam bentuk digital yang dinamis.
Untuk itu dibuat aplikasi yang akan mencatat setiap kegiatan klinis asuhan pasien dari waktu ke waktu, dan semua profesional pemberi asuhan dapat menggunakan aplikasi ini untuk menginput semua rencana dan kegiatan asuhan pasien yang dilakukannya. Kemampuan inilah yang disebaut sebagi kompetensi digital health.