Rumah sakit perlu menyadarkan seluruh staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien akan risiko yang mungkin terjadi terkait asuhan yang mereka berikan pada pasiennya. Sedangkan staf non klinis termasuk staf administrasi yang juga berpartisipasi dalam menunjang pelayanan pasien harus pula ikut mengelola risiko yang terkait dengan keberhasilan pelayanan pasien.
Jadi kesimpulannya manajemen risiko di rumah sakit (Hospital Risk Management) terbagi menjadi dua kelompok pengelolaan yaitu manajemen risiko klinis (Clinical Risk Management) dan manajemen risiko non klinis (Corporate Risk Management).
Manajemen risiko adalah merupakan pendekatan budaya organisasi di rumah sakit dalam mengupayakan keselamatan pasien, yang menghendaki setiap anggota organisasi berpartisipasi secara aktif. Dalam konteks budaya keselamatan pasien dengan pendekatan manajemen risiko ini dikenal ada lima level budaya yang didasari cara berpikir dan cara bertindak seorang staf di rumah sakit. Level yang paling rendah adalah level apatis atau patologis dimana seorang staf tidak punya perhatian terhadap upaya manajemen risiko dan keselamatan pasien. Sedangkan level tertinggi adalah level generatif dimana konsep manajemen risiko dan keselamatan pasien telah mendarah daging pada seorang staf, dimana dalam setiap kegiatannya sudah mempertimbangkan semua aspek risko dan keselamatan pasien.
Pelaksanaan Manajemen Risiko Rumah Sakit
Manajemen risiko rumah sakit harus dimulai dengan kegiatan Asesmen risiko, yang dilakukan oleh semua unit kerja yang ada di rumah sakit, dengan melakukan identifikasi risiko melalui proses brain storming pada seluruh anggota unit tentang insiden apa saja yang mungkin terjadi pada unit mereka dengan menggunakan pendekatan berdasarkan area operasional, Finansial, SDM, Strategis, Legal Peraturan dan Teknologi.
Selanjutnya melakukan analisa risiko dengan membuat matriks dari semua insiden yang telah didentifikasi yang mengalikan antara probabilitas insiden dengan dampak dari insiden, kegiatan ini akan menghasilkan peringkat risiko.
Setelah didapat peringkat risiko maka dilakukan evaluasi risiko dengan melakukan prioritas risiko berdasarkan pertimbangan untung rugi dari setiap peringkat risiko, sehingga dapat diputuskan apakah risiko akan diambil atau dihindari. Pada akhirnya akan dilakukan pengelolaan risiko.
Semua kegiatan diatas akan menghasilkan Risk Register yaitu Program pengelolaan risiko di rumah sakit, uyang dibuat setiap tahun.
Asesmen Risiko Infeksi di Rumah Sakit (ICRA)
Yaitu upaya mengidentifikasi risiko terjadinya infeksi pada seluruh unit kerja atau pada jenis pelayanan di rumah sakit.
Misalnya risiko pada upaya Penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), teridentifikasi risiko seperti ; kegagalan melaksanakan tindakan pencegahan, kegagalan terlaksananya kegiatan kebersihan tangan, kegagalan terlaksananya edukasi PPI terhadap pengunjung rumah sakit.
Sedangkan pada asuhan pasien teridentifikasi risiko seperti ; kejadian HAIs (Hospital Asociated Infections), CLABSI (Infeksi aliran darah), CA-UTI (Infeksi saluran kemih), VAP (Ventilator Asociated Pnemonia), HAP (Hospital Asociated Pnemonia), SSI (Infeksi daerah operasi)
Setelah risiko infeksi teridentifikasi maka rumah sakit harus membuat program pengelolaan dalam rangka mencegah terjadinya infeksi.
Asesmen Risiko Klinis dan Risiko Non Klinis di Rumah Sakit
Risiko Klinis di rumah sakit adalah segala sesuatu kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari proses asuhan pasien, mulai dari infeksi, kegagalan fungsi organ, kehilangan organ sampai dengan kematian.
Risiko non klinis adalah semua potensi terjadinya kerugian pada rumah sakit sebagai akibat hal hal yang dikerjakan saat ini diluar asuhan pasien, mulai kerugian / kerusakan fisik, kerugian keuangan atau kerugian nam baik rumah sakit.
Sehingga perlu juga dilakukan identifikasi terhadap potensi ketrugian tersebut sehingga tersusun risk register rumah sakit, serta upaya mencegah atau mengurangi dampak kerugian tersebut.